Memahami Foto Jurnalistik, Jurnalis Tak Sekedar Memotret Bagus Saja, Namun Perlu Memahami Konseptual Foto
HUNTINGFOTO.COM – Foto jurnalistik adalah jenis foto yang digolongkan sebagai foto yang bertujuan dalam permotretannya karena keinginan bercerita kepada orang lain.
Jadi foto-foto di jenis ini kepentingan utamanya adalah keinginan dalam menyampaikan pesan (massage) pada orang lain dengan maksut agar orang lain melakukan sesuatu tindakan psikis maupun psikologis.
Banyak orang awam yang beranggapan bahwa yang disebut fotojurnalistik itu hanyalah foto-foto yang dihasilkan oleh para wartawan foto saja.
Padahal foto jurnalistik sebenarnya mencakup hal yang sangat luas. Foto-foto advertensi, kalender, postcard adalah juga bisa dikatakan jenis fotojurnalistik.
Dalam buku serial Photojournalistic yang diterbitkan oleh Time Life diungkapkan bahwa:
Sementara foto-foto yang dihasilkan oleh para wartawan foto seperti yang kita lihat di media massa adalah pers foto (foto berita) yang penekanannya pada perekaman fakta otentik.
Misalnya foto yang menggambarkan kebakaran, kecelakaan, pengusuran dll.
Foto berita, foto advertensi dan sebagainya itu semua ingin menceritakan sesuatu yang pada gilirannya akan membuat orang tersebut bertindak (feedback) .
Foto-foto jurnalistik ini disiplinnya lebih banyak membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pengaruh imaji tersebut bagi pemerhatinya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa foto jurnalistik atau khususnya persfoto yang baik adalah foto yang memiliki pesan yang jelas dari sebuah peristiwa, tetapi dibuat dengan kemampuan teknologi secara otentik.
Untuk mencapai ini tentunya kita harus menguasai dua basic yang berbeda tadi.
Yaitu pendekatan teknis serta pendekatan konseptual. Pada pendekatan teknis, seorang pemotret dituntut mengetahui dan menguasai betul segala aspek teknis dalam pemotretan yang mencakup, kamera, lensa dan aksesoris lainnya sebagai penunjang.
Sedangkan untuk pendekatan konseptual, seorang pemotret harus mampu membuat konsep sebuah karya foto yang memiliki pesan yang memiliki kekuatan atau jiwa dalam hasil fotonya.
Misalnya foto tidak sekedar bagus indah saja, namun harus mampu menyuguhkan sebuah karya foto yang penuh dengan ide, berbicara dan memiliki pesan mendalam.
Sebuah foto konseptual perlu pemikiran yang panjang serta ide-ide yang penuh dengan kreatif dan ini justru yang lebih lama berfikirnya di banding memotretnya.
Mengeksekusi sebuah foto itu lebih cepat dari membuat konseptual foto yang membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan ide kreatif.
Seorang fotografer senior mengatakan tenaga seorang wartawan foto atau kemampuan untuk memotret sebuah peristiwa itu hanya dibutuhkan 25 persennya saja. Selebihnya diperlukan untuk konseptual, ide dan membuat diskripsi foto.
Fotografer Darren Wong mengatakan yang menjadikan fotografi konseptual begitu menyenangkan secara tidak umum adalah setiap foto yang disuguhkan lebih dari sekedar hasil karya yang bagus.
Foto-foto ini selalu lebih dari sekedar pemandangan, potret, semangkuk buah, atau wajah keriput seorang pria tua.
Setiap foto konseptual menggambarkan suatu ide. Ini adalah eksplorasi ide dan pengalaman manusia – narasi yang personal dan puitis.

Sedangkan definisi dari foto jurnalistik dapat diketahui dengan menyimpulkan ciri-ciri yang melekat pada foto yang dihasilkan.
Biasanya foto jurnalistik memiliki ciri-ciri yang melekat seperti; Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri.
Kemudian melengkapi suatu berita atau artikel dan yang paling utama dimuat dalam sebuah media baik media cetak maupun media online.
Sebuah foto dapat berdiri sendiri, tapi jurnalistik tanpa foto rasanya kurang lengkap.
Sehingga timbul pertanyaan, mengapa foto begitu penting ? Karena foto merupakan salah satu media visual untuk merekam atau mengabadikan yang mampu menceritakan suatu peristiwa dan memiliki akurasi yang hakiki.
Kebenaran sebuah peristiwa tak bisa terbantahkan dengan kehadiran sebuah karya fotojurnalistik.
Di dalam fotojurnalistik sendiri tidak ada suatu yang dibuat-buat, tidak ada sesuatu yang direkayasa.
Perstiwa begitu saja terjadi, yang kemudian diabadikan dalam sebuah bentuk visual yang kemudian disiarkan, melalui media cetak maupun media online.
Maka diharamkan apabila seorang jurnalis foto melakulan rekayasa dengan menambah atau mengurangi atau mengubah terhadap karya fotonya.
Sebuah karya foto memang benar-benar terjadi apa adanya. Sebuah fakta yang terjadi yang kemudian direkam dalam sebuah media bergambar.
Itu sebabnya seorang fotojurnalis dituntut memiliki moralitas dan kejujuran yang tinggi.
Dengan moralitas dan idialisme yang positif, seorang fotojurnalis mampu menyajikan sebuah fakta yang benar-benar apa adanya.
Seperti diungkapkan Redaktur Foto Kompas almarhum Kartono Ryadi, semua foto pada dasarnya adalah dokumentasi dan foto jurnalistik adalah bagian dari foto dokumentasi itu.
Perbedaan foto jurnalis adalah terletak pada pilihan, membuat foto jurnalistik berarti memilih foto mana yang cocok.
Dia mencontohkan dalam peristiwa pernikahan, dokumentasi berarti mengambil atau memotret seluruh peristiwa.
Mulai dari penerimaan tamu hingga usai acara. Tetapi seorang wartawan foto hanya mengambil sisi-sisi yang dianggap menarik saja.
Karena memang peristiwa itu nantinya akan menjadi pilihan wartan foto untuk dimuat di dalam medianya saja.
Jadi yang membedakan foto jurnalistik dengan foto dokumentasi itu sebatas pada apakah foto itu dipublikasikan di media massa atau tidak.
Hal lain yang menjadi nilai suatu foto jurnalistik juga ditentukan oleh beberapa unsur di antaranya:
Aktualitas, berhubungan dengan berita. Kejadian luar biasa, promosi, kepentingan, human interest dan universal yang selalu terkait dengan kepentingan manusia.
Foto yang sukses
Batasan sukses atau tidaknya sebuah foto jurnalistik tergantung pada persiapan yang matang dan kerja keras bukan pada keberuntungan.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa ada foto yang merupakan hasil dari, Being in the right place at the right time.
Tetapi seorang foto jurnalis profesional adalah seorang jurnalis yang melakukan riset terhadap subjek dan mampu menetukan peristiwa potensial dan foto seperti apa yang akan mendukungnya.
Itu semua sangat penting mengingat suatu moment yang baik hanya berlangsung sekian detik dan mustahil untuk diulang kembali.
Selain itu seorang jurnalis juga harus memiliki etika, empati dan hati nurani.
Ketiga hal itu merupakan hal yang amat penting dan menjadi sebuah nilai lebih yang ada dalam diri seorang jurnalis foto.
Seorang jurnalis foto juga harus bisa menggambarkan kejadian sesungguhnya lewat karya fotonya.
Intinya foto yang dihasilkan harus bisa bercerita sehingga tanpa harus menjelaskan orang sudah mengerti isi (pesan) dari foto tersebut dan hal penting tidak melakukan manipulasi dalam foto tersebut.
Itu sebabnya seorang jurnalis foto harus memiliki moral dan kejujuran terhadap karya-karyanya.
Sebuah foto jurnalistik harus menampilkan kebenaran, apa adanya dan tidak ada rekayasa dalam karya yang dihasilkannya.
Sejauh mana manipulasi itu dilakukan? Tidak ada ketentuan yang secara rinci yang menyebutkan bentuk manipulasi itu sendiri.
Seorang wartawan foto dari Time, John Stanmayer mengatakan bahwa foto jurnalistik adalah fotografi kebenaran, yang merupakan fotografi berkekuatan lebih besar. ***