Salah satu karya foto Julian Sihombing yang dimuat Harian Kompas. foto inset: Julian Sihombing (almarhum)

Foto Jurnalistik Menurut Julian Sihombing, Sebuah Foto yang Dilandasi Rasa Tanggungjawab

HUNTINGFOTO.COM – Seorang jurnalis foto Harian Kompas yang cukup ternama di masanya, almarhum Julian Sihombing mengatakan bahwa sebuah karya foto jurnalistik harus di landasi rasa tanggungjawab.

Julian adalah seorang wartawan foto harian Kompas yang meninggal pada tahun 2012.

Karya-karya Julian Sihombing mewarnai halaman di Harian Kompas Jakarta di era 1980-1990-2000-an.

Julian Sihombing adalah seorang pria asal Batak yang dikenal sangat keras kepala untuk memperjuangkan karyanya, yang dimuat Harian Kompas, sesuai keinginannya.

“Gila Julian!, Jika diberi penugasan sebuah liputan. Dia hanya mengirimkan dua foto. Bahkan hanya 1 foto pilihannya sendiri. Redaktur (Editor) hingga Pemimpin Redaksi tidak diberi kesempatan untuk melihat foto yang lainnya,” ujar Arbain Rambey mantan Redaktur Foto Harian Kompas di erah Julian Sihombing.

Itulah salah satu kegigihan seorang wartawan foto Jualian Sihombing untuk memperjuangkan karyanya yang akan di muat di Harian Kompas agar sesuai hati nuraninya.

Terlepas dari keras kepala Julian Sihombing, namun faktanya banyak karya-karya spektakuler Julian yang menjadi foto utama di Halaman 1 Kompas Jakarta.

Dalam sebuah pemaparan dalam sebuah di workshop foto Jurnalistik Julian Sihombing mengatakan, sebuah foto yang dibuat oleh seorang wartawan harus dilandasi dengan rasa tanggungjawab.

Julian mengatakan jika foto jurnalistik merupakan salah satu foto yang harus kita sadari dan kita pertanggungjawabkan.

“Di sini kita bisa berkarya secara bebas namun harus dilandasi dengan tangungjawab. Kita bebas melakukan apa saja dalam melakukan pemotretan, namun kita harus bisa mempertanggungjawabkan karya kita,” ujar Julian di hadapan para peserta workshop.

Dikatakan bawah, di dalam foto jurnalistik, merubah sebuah fakta adalah dosa besar.

“Contohnya memontase (merekayasa) sebuah foto melalui teknologi digital atau menseting sebuah peristiwa. Ini jangan dibuat gampang,” tegas Julian Sihombing berharap.

Kecuali membuat foto untuk jenis portraiture – memang harus diseting. “Bahkan kategori protraiture diterima dalam surat kabar sejak surat kabar memiliki cakupan luas dalam pemberitaannya, contoh foto-foto lifestyle,” katanya.

Namun, yang utama dalam foto jurnalistik menurut Julian adalah kontek dan pesan yang disampaikan.

“Foto foto jurnalistik yang baik, selalu memiliki pesan yang disampaikan, dan pesan itu berdampak terhadap pembaca atau memerhatinya,” jelas Julian.

Menurut Julian Sihombing selain itu, gambar yang disuguhkan juga harus memiliki nilai estetika.

Sehingga nilai subyektivitas berlaku, karena ada selera fotografer dalam penyajiannya dan itu salah satu dasar dari seorang wartawan foto.

Fotografer amatir non jurnalis saja, bisa saja menyajikan sebuah fotojurnalistik.
“Namanya juga foto jurnal, sebenarnya siapa saja bisa melakukannya atau menghasilkan foto berita, selama mereka telah memiliki dasar-dasarnya,” kata Julian Sihombing.

Karena menurut Julian, kemampuan mencium peristiwa yang bernilai berita itu bisa terjadi dimana saja dan bisa dilakukan oleh siapa saja, meskipun bukan wartawan.

Dikatakan, sebuah resiko yang harus ditanggung seorang jurnalis foto dalam melakukan peliputan sulit, situasi chaos (kerusuhan).

Menurut Julian, meski seperti itu seorang wartawan, tetap harus melakukan aksi dengan cara mencari tempat yang aman, tetapi tetap bisa melakukan pemotretan dengan baik.

Julian Mengatakan dalam bekerja di bawah tekanan sebenarnya memiliki kepuasan tersendiri, jika masa sulit bisa terlewati maka kepuasan itu tak terhingga nilainya.

“Badan fit, kesiapan mental, kita harus berani mengambil resiko dan kita tidak cukup hanya mengambil snapshoot harus ada juga subyektifitas dari kita, terkait estetika gambar yang kita buat,” katanya.

Julian mmenjelaskan, selalu tertarik dengan konsep citizen jurnalis, semua orang bisa melakukan peliputan.

“Cuma yang harus diingat adalah kita harus memiliki kamera yang selalu standby dan harus siap dengan kejadian yang sedang terjadi disekitar kita,” ujarnya.

Dan kita harus pandai-pandai mengambil satu ikon dari bagian kecil dari sebuah peristiwa besar yang terjadi untuk kita abadikan.

“Selain kita berlatih memotret, kita harus juga sering melihat gambar-gambar yang dibuat orang lain,” ungkapnya.

Dalam foto jurnalistik jangan terjebak dengan satu jenis teknis kamera, jenis ini jenis itu atau tipe ini, atau tipe itu.

Menurutnya, yang utama adalah pesan, gagasan yang kita sampaikan dan itu bisa kita buat dengan jenis kamera apa saja. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *